Sabtu, 04 September 2010

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Part. Aku Pertanyaan Ketiga)


Seseorang yang memiliki tujuan hidup, maka baginya tidak akan ada pertanyaan tentang kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan darinya, kenapa dia harus dilemparkan lagi ke kesedihan. Baginya semua proses yang dialami, menyakitkan atau menyenangkan semuanya untuk menjemput tujuan itu. Dan dia bertekad menjemput akhir sambil tersenyum, seperti istrimu. Ia meninggal dengan penghujung yang baik. hanya inilah satu-satunya penjelasan bagimu, dari sisi yang ditinggalkan.


By :: Tere-Liye... *my favorite writer*
 
Ray, malam itu, saat karnaval takbir, saat seluruh isi dunia bergembira menyambut hari raya, saat kau tersungkur di sebelah pusara istrimu, aku juga ada disana... Lihatlah, aku menemanimu. Sayang, kau tidak bisa melihatku waktu itu.

Ah, urusan ini memang menyedihkan. Amat menyakitkan. Kau layak bertanya, bagaimana mungkin langit begitu tega mengambil semuanya. Serentak dalam satu tepukan. Hanya menyisakan kau yang jatuh tersungkur, sendiri. Hanya mengembalikkan kenangan-kenangan pahit masa lalu itu. Menusuk-nusuk hati.

Inilah pertanyaan ketigamu, bukan? Kenapa langit tega sekali mengambil istrimu. Kenapa takdir menyakitkan itu harus terjadi?

Ray, pertanyaan ini sulit dijawab. Sulit sekali dijelaskan kalau kau memaksa memahaminya dari sisi yang seperti orang lain coba memahaminya selama ini. Tetapi itu akan menjadi sederhana kalau kau mau melihatnya dari sisi yang berbeda. Sisi yang seringkali kita lupakan.

Kau tahu, hampir semua orang pernah kehilangan sesuatu yang berharga miliknya, amat berharga malah. Ada yang kehilangan sebagian tubuh mereka, cacat, kehilangan pekerjaan, kehilangan anak, kehilangan orang-tua, benda-benda berharga, kekasih, kesempatan, kepercayaan, nama baik, dan sebagainya. Kau kehilangan istri yang amat kau cintai. Dalam ukuran tertentu, kehilangan yang kau alami mungkin jauh lebih menyakitkan. Tetapi kita tidak sedang membicarakan ukuran relatif lebih atau kurang. Semua kehilangan itu menyakitkan.

Appaun bentuk kehilangan itu, ketahuilah, cara terbaik untuk memahaminya adalah selalu dari sisi yang pergi. Bukan dari sisi yang ditinggalkan... Dalam kasusmu, penjelasan ini akan teramat rumit kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisi kau sendiri, yang ditinggalkan. Kau harus memahaminya dari sisi istrimu, yang pergi...

Kalau kau memaksakan diri memahaminya dari sisimu, maka kau akan mengutuk Tuhan, hanya mengembalikan kenangan masa-masa gelap itu. Bertanya apakah belum cukup semua penderitaan yang kau alami. Bertanya mengapa Tuhan tega mengambil kebahagiaan orang-orang baik, dan sebaliknya memudahkan jalan bagi orangorang jahat. Kau tidak akan pernah menemukan jawabannya, karena kau dari sisi yang ditinggalkan. Bukankah itu yang terjadi bertahun-tahun kemudian? Kau tidak pernah bisa berdamai dengan kepergian istrimu.

Ketahuilah Ray, bagi istrimu, sejak pernikahan kalian, maka tujuan hidupnya amat sederhana. kau sering mendengar istrimu berkata, 'Bagiku kau ikhlas dengan semua yang kulakukan untukmu. Ridha atas perlakuanku padamu. Itu sudah cukup' Nah, itulah tujuan hidup baru istrimu. Amat s-e-d-e-r-h-a-n-a.

Kau tahu, istrmu benar-benar ingin menjadi istri yang baik untukmu, menjadi ibu yang baik untuk anak-anakmu. Ia tidak pandai ilmu agama, ia baru belajar itu semua saat kalian menikah. Tapi dia paham sebuah kalimat yang indah, nasehat pernikahan kalian yang disampaikan penghulu: Istri yang ketika meninggal dan suaminya ridha padanya, maka pintu-pintu surga dibukakan lebar-lebar baginya.

Hanya itu yang dipahami istrimu. Tapi ia sungguh-sungguh melaksanakannya. Ia mengubur semua masa lalunya yang kelam. Menguburnya dalam-dalam. Ia ingin kau ikhlas atas semua yang ia lakukan, ia ingin kau menerima ia apa adanya. Ia melayanimu sepenuh hati, menunggumu pulang dengan riang, memaksakan diri tetap terjaga saat kau tiba, memanaskan makan malam, melepaskan dasi, menyiapkan air hangat. Ia ingin kau ridha atas semua perlakuannya.

Kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan dari hambanya, kenapa Tuhan melemparkan kau lagi ke dalam kesedihan itu? Malam itu, Ray, Tuhan sungguh tidak sedang menghukummu, malam itu saat rembulan bersinar terang, saat gemintang tumpah-ruah di angkasa menjelang subuh, saat malam takbir hari raya, malam itu, Tuhan sedang tidak mengujimu. Tuhan justru sedang mengirimkan seribu malaikat untuk menjemput istrimu. Sama seperti Diar, istrimu, anak manusia yang gelap masa lalunya, menyakitkan masa kecilnya, shubuh itu menjemput takdir terbaiknya. Takdir langit yang hebat. Bukankah kau ingatsekali saat dia akan meninggal? Kalimat terakhirnya?

Bukankah istrimu waktu itu berkata 'Kau tahu... Aku ingin selalu terlihat cantik di matamu... Aku ingin selalu terlihat cantik.' Ah, hanya wanita mulialah yang bisa mengatakan kalimat sehebat itu, Ray. Dan sungguh sudah mulialah istrimu... Istrimu bertanya di penghujung hidupnya, 'Apakah kau ridha?' Dan kau mengangguk. Maka malam itu seribu malaikat bertasbih turun mengungkung kota. Malikat yang satu sayapnya saja mampu menutupi seluruh cahaya rembulan dan bintang-gemintang. Istrimu menjemput penghujung yang baik, Ray. Inilah jawaban mengapa istrimu harus pergi. Kau harus melihatnya dari sisi istrimu yang pergi, bukan dari sisimu yang ditinggalkan.

Istrimu telah mendapatkan tujuan hidupnya... Dan kejadian itu bagi kau dari sisi yang ditinggalkan, hanya memiliki satu penjelasan, orang-orang dalam hidup sudah seharusnya memiliki tujuan. Yang dengan menyelesaikan tujuan itu maka dia akan tersenyum saat maut menjemput.

Kenapa Tuhan selalu mengambil sesuatu yang menyenangkan dari hambanya, apa semua kesedihan ini kurang menyakitkan? Ray, orang-orang yang memiliki tujuan hidup, maka dia tidak akan pernah bertanya soal ini. baginya semua kesedihan yang dialaminya adalah tempaan, harga tujuan tersebut... Semua orang bisa mendefinisikan tujuan hidupnya. Tidak peduli sekecil apapun itu, yang penting mereka bersungguh-sungguh melakukannya. Mmebuatnya nyata. Ada banyak orang yang tidak memiliki tujuan hidup, hanya terjebak dalam rutinitas harian. Berangkat pagi, pulang sore.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar