Jumat, 03 September 2010

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Part. Aku Pertanyaan Kedua)

Apakah hidup ini adil?? YA. Bahkan teramat adil.

Ray, kehidupan ini selalu adil. Keadilan langit mengambil berbagai bentuk. Meski tidak semua bentuk itu kita kenali, tapi apakah dengan tidak mengenalinya kita bisa berani-beraninya bilang Tuhan tidak adil? Hidup tidak adil? Ah, urusan ini terlanjur sulit bagimu karena kau selalu keras kepala.


By :: Tere-Liye ,, *my favorite writer*

Ray, hampir semua manusia pernah mengeluarkan pertanyaan tersebut. Apakah hidup ini adil? Dari jaman batu hingga entah ke mana peradaban manusia akan dibawa. Muda-tua, laki-perempuan, kaya-miskin, sehat-sakit, raja-pelayan, panglima-pesuruh, tidak mengenal ras, suku, agama, tidak mengenal batas-batas. Mereka pasti pernah bertanya, setidaknya sekali sepanjang hidup. Tidak peduli meski orang itu manusia pilihan. Utusan-utusan langit.

Dan terus-terang, Ray. pertanyaan keduamu ini tidak mudah dijawab. Bukan karena jawabannya tidak ada. Sebaliknya, justru karena terlalu banyak. Masing-masing orang mengeluarkan pertanyaan sesuai dengan pemicu kenapa dia sampai bertanya. Maka jawabannya juga harus sesuai dengan pemicunya itu... Dan bagimu, apa yang menimpa Natan bukanlah pemicu terbesar pertanyaan itu. Bukankah begitu, Ray??

Kau bertanya sejatinya karena sepotong koran tua itu, bukan? Berita dalam kertas koran yang menguning. Kau bertanya karena kenangan masa lalu yang tidak pernah terjelaskan... Itulah sejatinya yang membuatmu bertanya, apakah hidup ini adil?

Baik... baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmudari muasal kenapa pertanyaan itu muncul, Ray. Ah, mungkin harus selalu beginipertanyaan ini dijawab. Entahlah sampai kapan orang-orang bisa menjawabnya tanpa perlu menelusuri kembali hal-hal tidak kasat mata yang tidak diketahuinya... Baiklah, mari kita telusuri satu-persatu.

Aku tahu, malam itu saat kau memutuskan untuk melakukan apa yang diminta Plee, itu bukan semata-mata karena Plee pintar mengendalikan orang lain. Tetapi karena kau sudah amat sebal dengan pertanyaan-pertanyaanmu. Berkali-kali mengutuk di atas tower air itu, kenapa orang-orang jahat selalu dimudahkan jalannya, kenapa orang-orang baik sebaliknya.

Pertanyaan-pertanyaan tentang kejadian-kejadian di Rumah Singgah. Tiga kejadian... Kau terpaksa pergi dari rumah itu karena perbuatan jahat orang lain, itu yang pertama. Kua menyalahkan begundal-preman itu karena merusak lukisan Ilham, itu yang kedua. kau menyalahkan preman-preman itu karena menghancurkan mimpi-mimpi Natan, itu yang ketiga... Tiga hal yang mengganggu. Meskipun ketiga-tiganya sebenarnya bukan muasal utama kenapa pertanyaan apakah hidup ini adil bagimu. Tetapi ketiga hal itu menjadi katalis, memperbesar pertanyaan intinya. Baiklah... aku akan jawab dulu tiga bagian ini sebelum melanjutkan menelusuri muasal utamanya.

Satu. Kau berkali-kali bilang, kau terpaksa pergi dari rumah itu karena perbuatan jahat orang lain, kau menyalahkan preman-preman itu... Kau keliru, Ray. Siapa yang menyuruhmu pergi? Tidak ada, bukan? Bang Ape? Dia tidak menyuruhmu pergi. Tahukah kau, Bang Ape justru mencarimu sepanjang tahun. Menelusuri bus-bus. Bertanya kesana-kemari. Dia pikir ketika kau pergi dari kantor polisi setelah berteriak-teriak, itu hanya kemarahan sementara, kau akan kembali ke Rumah Singgah.

Bang Ape keliru, kau tidak pernah kembali. Sepanjang tahun Bang Ape dan anak-anak berusaha mencari jejakmu. Jadi siapa yang menyuruhmu pergi? Jiwa muda serba tanggungmu-lah yang terlalu cepat mengambil kesimpulan. Terlalu cepat menyalahkan orang. Oude dan Ouda bahkan jahil membuat pengumuman di sepotong kertas, 'DI CARI! HIDUP ATAU MATI!'.
Kau memang tidak tahu itu, karena kau tidak peduli. Berapa kali kau melihat kertas itu, tapi karena kau tidak peduli, kau bahkan tidak mengenali itu foto wajahmu sendiri.

Dua. Sekarang tentang Ilham. Kasat matanya yang kau tahu Ilham gagal mengikuti pameran besar itu. Kasat matanya kau menyalahkan preman-preman itu. Menyalahkan langit yang membiarkan orang-orang jahat itu. Kata siapa Ilham gagal? Kau tahu, tanpa dirusak sekalipun, Ilham tetap tidak akan bisa ikut pameran lukisan itu. Kenapa? Karena kalian terlalu melebih-lebihkan kemampuan Ilham. Terutama kau dan Bang Ape. Lukisan Ilham biasa-biasa saja. Kalau saja hari itu dia berhasil menyerahkan lukisan itu ke kurator Museum, maka musnah sudah harapannya menjadi pelukis terkenal. Kurator itu  tidak akan pernah lagi mempercayai penilaian Bang Ape. Lukisan itu biasa-biasa saja. Tidak lebih. Tidak kurang.


Sepuluh tahun kemudian, saat Ilham sudah benar-benar siap, kesempatan baiknya baru datang. Kau tidak tahu memang, karena Ilham sepuluh tahun itu selain belajar bagaimana membuat lukisan yang lebih baik, juga mendapatkan bonus dari kegagalan sebelumnya: belajar tentang kerendahan hati. Ilham memutuskan untuk tidak menuliskan nama di setiap lukisannya.


Bukankah di ruang kerjamu yang mnejulang tinggi, di gedung konsorsium bisnis menggutrita milikmu ada satu lukisan yang amat istimewa? lukisan yang kau beli dalam pelelangan . Lelang terbesar dan termahal. Itu lukisan Ilham sebulan sebelum meninggal. Itulah maha-karyanya. Dibuat khusus untukmu. Lukisan purnama yang indah.


Tiga. Tentang Natan. Dia memang kehilangan semua mimpi-mimpinya. Musnah tidak berbekas. Itu kalau kau memahaminya dari sisi yang terlihat. Dia tidak akan pernah menjadi penyanyi. Itu yang terlihat. kasat mata. Tapi tahukah kau, langit memberikan apa yang sebenarnya natan cita-citakan. Apa yang sebenarnya natan ingin lakukan. Kau tahu fakta itu, fakta ayah Natan pergi meninggalkan ibunya... Ibunya meninggal karena sakit hati. Sejak tahu dan mengerti kisah hidup menyakitkan itu, natan bermimpi menjadi seseorang yang bisa menggerakkan hati.


Natan benci sekali dengan Ayahnya, bagaimana mungkin Ayahnya tega meninggalkan mereka. Bagaimana mungkin hati manusia bisa sejahat itu. Dan Natan bermimpi menjadi jalan untuk melumerkan hati orang-orang. Itulah cita-cita terbesar miliknya. Kau tahu bagaimana melumerkan hati orang? Menjadi penyanyi hanyalah satu dari banyak cara, Ray. Dan langit memberikan kesempatan lain yang lebih hebat kepada Natan.


Natan akhirnya menjadi penggubah lagu. Dia menciptakan ratusan lagu yang menginspirasi banyak orang untuk berbuat baik. Banyak orang tidak menyadari lagu yang dinyanyikannya telah menginspirasi dirinya, apalagi untuk menyadari kalau itu lagu Natan. Kau tahu, lagu itu bisa magis sekali. Kekuatan lagu ciptaan Natan tidak akan pernah sehebat itu jika dia hanya menjadi penyanyi. Dengan lumpuh, kehilangan suara, itu justru menjadi energi luar-biasa baginya... Apakah hidup ini menjadi tidak adil bagi Natan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar